Langsung ke konten utama

Kuliah Lagi - Tantangan Seru, Di Tengah Hidup Yang Mulai Santuy

Bukan hidup kalau nggak memberikan kejutan-kejutan, ya. 

Tapi ya, karena kita hidup, sejatinya kita tetap memiliki harapan. 


Siapa sangka, di tengah perjalanan hidup yang sudah mulai santuy, aku malah memutuskan untuk kuliah lagi. Sebuah keputusan yang awalnya datang tiba-tiba, tapi setelah dipikir-pikir, ternyata punya makna besar dalam perjalanan hidupku.  

Keputusan ini muncul saat aku merasa ada ruang kosong yang perlu diisi. "Kosong?" Bukannya Mira sibuk terus, ya. Kadangkala, sibuk itu nggak melulu memenuhi ruang yang ada dalam diri. Bisa jadi, beberapa hal sudah tak sejalan, namun tetap perlu dilakukan. Tapi jujur, meski sudah cukup nyaman dengan ritme slow living, ada dorongan dari dalam hati untuk kembali belajar. Karena buatku, sepanjang aku hidup, ya selama itu pula adalah proses belajar. Rumus mengosongkan gelas itu, boleh jadi selamanya akan aku pegang. Usia 40 plus-plus, tau-tau kuliah lagi. "Nyari apa sih, Mir?" :))

Jadi, awalnya begini,

Di suatu sore, aku jumpa dengan kawan baik sesama Pegiat Literasi Digital dalam sebuah acara, sebut saja namanya DF. Saat itu aku mengetahui kalau D berkuliah di salah satu Universitas di Jakarta dengan jurusan MIK (Magister Ilmu Komunikasi). Obrolan kami hangat, karena ditemani kopi dan suasana yang nggak terlalu ramai. Intinya, dia berkisah kalau saat ini sedang menjalankan kuliah yang dilakukan secara hybrid. Makin dalam obrolan, sampai di titik D bilang, "Ayo mba, lo kuliah aja lagi." Toh, dari sisi waktu dan pendanaan kan sangat bisa. Oh iya, menurutku dari sisi biaya memang cukup terjangkau dan terbayang sih. Selain pilihan bisa bayar full, ada pilihan untuk membayarnya secara berkala. 

Sampai akhirnya, setelah obrolan tersebut. Aku berpikir, meyakinkan diri dan melihat berbagai kondisi, "kayanya aku bisa deh, kuliah lagi." Lalu obrolan dengan Abah (suami) pun berlangsung. Aku minta ijin dan minta restunya, supaya niatku ini bisa dijalankan dengan lancar dan menyenangkan. Plus dukungan yang paling penting. 

Tiba sekitar bulan Maret 2024 lalu, akhirnya dengan "bismillah" aku mendaftar ke Universitas dan jurusan yang sama. Konsentrasi dalam bidang komunikasi ini sebenarnya sudah aku jalani secara otodidak selama perjalanan aku menyelami dunia menulis, blog, dan media sosial yang membawaku pada praktik-praktik komunikasi sebagai talent maupun narasumber. Tapi, sepertinya aku butuh pemahaman lebih jauh dari sisi akademis, sehingga tentu saja ini akan menjadi tambahan ilmu yang bisa memberi bobot praktik komunikasiku ke depannya. Semoga saja, ya. 

Aku menyadari, masa awal kuliah terasa seperti menyelami dunia baru. Ada hasrat baru, ada intention tinggi, plus deg-deg-an juga. Kenapa? Buatku memutuskan kuliah lagi di usia yang sudah nggak muda lagi itu, tantangannya 2 kali lipat. Mengejar berbagai hal, termasuk mengolah kembali ingatan-ingatan yang mulai suka lupa-an. Alhamdulillah kalau untuk berjejaring dengan teman di kampus, aku nggak mengalami kesulitan, meski isinya dari lintas generasi dan latar belakang. Dan ini bentuk pertemanan yang menarik. 

Tapi, seperti lintasan-lintasan prasangkaku awal-awal, kuliah di level magister bukanlah hal yang santuy. Tugas-tugas mulai berdatangan. Mulai dari membuat makalah, presentasi, sampai membaca jurnal-jurnal tebal yang penuh teori. "Overwhelmed? Iya" :)). Apalagi kalau deadline tugas sudah semakin dekat. Tapi, karena aku sudah bertekad sama diri sendiri, maka segala prosesnya memang perlu aku jalani sebaik mungkin. 

Fokus Tanpa Gangguan  

Di tengah kesibukan kuliah dan kerjaaan, aku sadar bahwa fokus adalah kunci. Aku belajar untuk memilah mana hal-hal yang penting dan mana yang hanya menjadi distraksi. Ada kalanya aku perlu menolak ajakan nongkrong (maaf ya, besti) atau melepaskan kebiasaan scrolling media sosial terlalu lama. Semua ini demi menjaga ritme belajar dan memastikan bahwa waktuku digunakan sebaik mungkin.  

Soal mata kuliah, semuanya menarik. Tapi ya itu tadi, aku perlu benar-benar fokus untuk mengingat semua yang disampaikan oleh dosen. Untuk urusan tugas-tugas atau hal-hal yang berkaitan, kadangkala aku nggak sungkan untuk bertanya sama teman-teman, atau berdiskusi lebih lanjut. Toh, kan aku sedang belajar. Bukan berarti karena usia lebih tua, terus malu nanya. Supaya apa, supaya nggak ketinggalan. :)

Dan, Bismillah....

Target : "3 Semester, Master!" Keren ya, slogannya. Praktik perjalanannya tentu akan diupayakan semaksimal mungkin. Karena aku ingin menjalani kuliah ini serius tapi nggak sampai bikin stress.  Ini masih perjalanan awal. Dan aku percaya, setiap langkah yang diambil dengan niat baik (semoga) dimudahkan dan membuahkan hasil terbaik. Kuliah lagi di tengah kehidupan yang mulai santuy mungkin terasa seperti keputusan yang nggak biasa. Tapi, justru di situ tantangannya. Aku belajar untuk kembali keluar dari zona nyaman dan menerima tantangan dengan hati yang terbuka. Inshaallah....

Buat teman-teman yang mungkin sedang berpikir untuk memulai sesuatu yang baru—entah itu kuliah, belajar skill baru, atau mengejar impian lama. Aku ingin bilang: jalan itu tidak akan pernah mudah, tapi percayalah, setiap usaha akan membawa kita lebih dekat pada versi terbaik diri kita.  Aamiin.

Bismillah untuk kuliahnya, untuk kesehatan aku, untuk tugas-tugasnya, pusing-pusingnya, keseruannya Plus untuk dananya :))

*****

Blog ini adalah perjalanan tulisan-tulisan baru dari blog sebelumnya di mirasahid.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perempuan Mandiri Itu Menyenangkan, Tapi Kadang Juga Capek

Ada satu masa di beberapa tahun ke belakang, saya merasa bahwa saya ini adalah Super Mom dan Super Woman. Gimana enggak, saya perlu melakukan segalanya sendirian. Mulai dari urusan domestik rumah, anak-anak, keuangan, dan lingkungan sekitar. Rasanya menyenangkan. Karena saya bisa jadi Bos untuk diri saya sendiri. Saya juga bebas melakukan hal-hal yang saya sukai, mewujudkan mimpi-mimpi tanpa kompromi, termasuk pergi ke mana saja tanpa ada yang melarang. Boleh jadi, kehidupan saya yang seperti itu adalah kehidupan yang diimpikan bagi para Independent Woman. Dan iya, saya menikmati semua itu. Namun di sisi lain, nggak bisa dipungkiri ada rasa lelah yang diam-diam menghampiri. Menjadi perempuan mandiri itu juga pilihan. Pun dengan kondisi saat ini ketika saya telah memiliki pasangan kembali. Terbiasa mandiri membuat saya menemukan arah langkah kaki ini ke mana dan kendali penuh atas segala hal. Hanya saja, saat ini saya perlu berkompromi dengan pasangan atas apa yang ingin saya lakukan. B...

Hati Seperti Kertas

Pernahkah kamu mendengar ungkapan bahwa "hati perempuan bagaikan kertas?" Lembaran putih yang mudah dilipat, digambar, dan diwarnai dengan tinta kata dan rasa. Ungkapan ini mungkin terdengar sederhana, namun menyimpan makna mendalam tentang kompleksitas dan keindahan hati wanita. Kertas, dalam kesederhanaannya, memiliki kekuatan untuk menyimpan cerita. Setiap goresan pena, setiap guratan tinta, meninggalkan jejak yang tak terhapuskan. Begitu pula hati perempuan, yang mampu menyimpan kenangan, cinta, dan luka dengan begitu detail dan penuh makna. Seperti kertas yang mudah dilipat, hati perempuan pun mudah tergerak oleh emosi. Sukacita dan kesedihan, cinta dan benci, semua dapat mewarnai hatinya dengan begitu cepat dan intens. Kepekaan ini yang membuat perempuan begitu istimewa, mampu merasakan dan memahami dunia dengan lebih mendalam. Namun, sama seperti kertas yang mudah robek, hati perempuan pun memiliki sisi rapuhnya. Luka hati, pengkhianatan, dan kekecewaan dapat meninggal...