Langsung ke konten utama

Seperti Hujan Pertama, Blog Ini Membawa Rasa Baru

Hai, selamat datang di blog Ruang Menulis.



Kalau sedikit flashback, perjalanan ngeblog aku itu, sudah sampai di hampir 17 tahun. Dulu, aku punya beberapa blog. Dari yang blogspot, wordpress gratisan, sampai upgrade ke hosting dan domain berbayar. Sampai saat ini, blog utamaku yang - boleh jadi dikenal oleh teman-teman ada di mirasahid.com. Bahkan, dari dulu, bentuk template-nya nggak berubah. Yang  berubah adalah bayar domain dan hosting yang tiap tahun naik dan ditagihkan dari penyedia layanan hosting dan domain-nya :)).

Memang, sejak memiliki blog, tujuan awalku adalah menjadikan blog sebagai rumah virtual dan legacy-ku untuk segala ide, gagasan dan curhat kehidupan. Sejalan berkembangnya optimasi blog, maka saat itu pun aku memutuskan untuk meng-upgrade blog agar lebih cantik. Dilalah, waktu berjalan, maka setiap masa pun akan berubah. Meski sampai saat ini aku masih sepenuhnya mengelola komunitasku bersama tim, tapi secara pribadi, aku sudah jarang mengoptimasi blog-ku untuk tulisan-tulisan bersponsor. Alasannya, karena aku sudah jarang update tulisan di blog, lebih fokus dalam edukasi sebagai trainer literasi digital, sehingga makin ke sini, boleh jadi brand/ klien melihatku, atau bahkan memilihku untuk sebuah pekerjaan lebih kepada sebagai narasumber. Dari situ juga aku melihat kalau peluangku berkembang. Kalaupun ada tawaran job menulis di blog, aku lebih selektif saja, yang sesuai dengan niche plus mood :D. Bahkan saat tawaran klien masuk ke komunitas, aku juga memilih untuk mengutamakan anggota saja dulu. 

Di  akhir 2024 lalu, tepatnya bulan Oktober, tagihan hosting masuk ke email. Sampai aku luput di batas terakhir pembayaran. Namun karena khawatir hostingnya nggak aktif, maka ya sudah... kuputuskan untuk membayar saja dulu untuk yang terakhir, mungkin. Kupikir-pikir, bahkan aku sempat berdiskusi dengan teman-teman Emak Blogger di WAG, untuk meminta insight; apakah seperlu itu aku membayar hosting ke depannya? Sementara, untuk domain mirasahid.com kemungkinan usianya masih panjang sih. Tapi untuk hosting, kuputuskan pembayaran kemarin adalah yang terakhir. Dan dengan adanya blog ini, yang sebenarnya sudah ada sejak September 2012, aku coba untuk menghidupkannya kembali sebagai bagian dari perjalanan baru. Filosofinya seperti judul tulisan ini, "Seperti Hujan Pertama, Blog Ini Membawa Rasa Baru."

Saat ini, aku juga nggak coba untuk migrasikan tulisan-tulisan lamaku. Dari total 600-an postingan di blog mirasahid itu, tulisan lama yang sudah nggak related, aku arsipkan dalam draft secara berkala. Dan tulisan-tulisan yang masih layak sejak 4 tahun lalu, sebagiannya sudah aku tuangkan di sini. 

Tujuanku menulis di blog ini, adalah untuk berderma atas pengalaman dan sedikit wawasan yang bisa aku share kembali. Nggak ada ekspektasi harus dapat job, apalagi statistik tinggi, komentar dan followers, tapi benar-benar sebagai rumah virtual untuk terapi jiwa. Aku memutuskan memberi 'ruh' pada blog ini dengan setenang-tenangnya, senyamannya, dan semoga - jika bisa memberikan manfaat bagi pembaca, ya alhamdulillah.

Semoga saja, di blog Ruang Menulis ini, aku bisa lebih banyak berbagi pengalaman dengan kisah-kisah yang lebih seru. Tulisan-tulisan organik yang tetap apa adanya. Tautan blog ini juga sementara masih dengan nama https://blogmirasahid.blogspot.com, sambil pararel akan kupindahkan domain mirasahid.com ke blog ini. 

17 tahun sudah perjalananku dengan dunia blogging ini. Rasanya kali ini seperti kembali ke rumah. Aku menulis, maka aku ada. Dan "Tetaplah Menulis, Maka Kamu Akan Tahu Siapa Dirimu" - Mira Sahid.

"Mari bercengkrama dalam kata, merangkai cerita dari rasa yang sederhana. Semoga setiap tulisan membawa hangat, untuk kita menemukan makna. Semoga kamu selalu ingin kembali ke sini"


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuliah Lagi - Tantangan Seru, Di Tengah Hidup Yang Mulai Santuy

Bukan hidup kalau nggak memberikan kejutan-kejutan, ya.  Tapi ya, karena kita hidup, sejatinya kita tetap memiliki harapan.  Siapa sangka, di tengah perjalanan hidup yang sudah mulai santuy, aku malah memutuskan untuk kuliah lagi. Sebuah keputusan yang awalnya datang tiba-tiba, tapi setelah dipikir-pikir, ternyata punya makna besar dalam perjalanan hidupku.   Keputusan ini muncul saat aku merasa ada ruang kosong yang perlu diisi. "Kosong?" Bukannya Mira sibuk terus, ya. Kadangkala, sibuk itu nggak melulu memenuhi ruang yang ada dalam diri. Bisa jadi, beberapa hal sudah tak sejalan, namun tetap perlu dilakukan. Tapi jujur, meski sudah cukup nyaman dengan ritme slow living , ada dorongan dari dalam hati untuk kembali belajar. Karena buatku, sepanjang aku hidup, ya selama itu pula adalah proses belajar. Rumus mengosongkan gelas itu, boleh jadi selamanya akan aku pegang. Usia 40 plus-plus, tau-tau kuliah lagi. "Nyari apa sih, Mir?" :)) Jadi, awalnya begini, Di suatu sor...

Perempuan Mandiri Itu Menyenangkan, Tapi Kadang Juga Capek

Ada satu masa di beberapa tahun ke belakang, saya merasa bahwa saya ini adalah Super Mom dan Super Woman. Gimana enggak, saya perlu melakukan segalanya sendirian. Mulai dari urusan domestik rumah, anak-anak, keuangan, dan lingkungan sekitar. Rasanya menyenangkan. Karena saya bisa jadi Bos untuk diri saya sendiri. Saya juga bebas melakukan hal-hal yang saya sukai, mewujudkan mimpi-mimpi tanpa kompromi, termasuk pergi ke mana saja tanpa ada yang melarang. Boleh jadi, kehidupan saya yang seperti itu adalah kehidupan yang diimpikan bagi para Independent Woman. Dan iya, saya menikmati semua itu. Namun di sisi lain, nggak bisa dipungkiri ada rasa lelah yang diam-diam menghampiri. Menjadi perempuan mandiri itu juga pilihan. Pun dengan kondisi saat ini ketika saya telah memiliki pasangan kembali. Terbiasa mandiri membuat saya menemukan arah langkah kaki ini ke mana dan kendali penuh atas segala hal. Hanya saja, saat ini saya perlu berkompromi dengan pasangan atas apa yang ingin saya lakukan. B...

Hati Seperti Kertas

Pernahkah kamu mendengar ungkapan bahwa "hati perempuan bagaikan kertas?" Lembaran putih yang mudah dilipat, digambar, dan diwarnai dengan tinta kata dan rasa. Ungkapan ini mungkin terdengar sederhana, namun menyimpan makna mendalam tentang kompleksitas dan keindahan hati wanita. Kertas, dalam kesederhanaannya, memiliki kekuatan untuk menyimpan cerita. Setiap goresan pena, setiap guratan tinta, meninggalkan jejak yang tak terhapuskan. Begitu pula hati perempuan, yang mampu menyimpan kenangan, cinta, dan luka dengan begitu detail dan penuh makna. Seperti kertas yang mudah dilipat, hati perempuan pun mudah tergerak oleh emosi. Sukacita dan kesedihan, cinta dan benci, semua dapat mewarnai hatinya dengan begitu cepat dan intens. Kepekaan ini yang membuat perempuan begitu istimewa, mampu merasakan dan memahami dunia dengan lebih mendalam. Namun, sama seperti kertas yang mudah robek, hati perempuan pun memiliki sisi rapuhnya. Luka hati, pengkhianatan, dan kekecewaan dapat meninggal...