Langsung ke konten utama

Katanya, Self Love

 Katanya Self Love, tapi kenapa ada saja yang dikeluhkan, ada saja yang disalahkan.”

Lalu muncul justify; “Yha, namanya manusia, wajar dong ngeluh.”

Dialog ini saya lakukan pada diri sendiri untuk mengukur sedalam apa saya mampu mengenali diri sendiri. Bagaimana saya bisa self love, kalau tidak mengenal diri sendiri, terlebih mencintai diri sendiri. Kenyataannya, ada makna self love yang tak sekadar dua kata sebagai penyemangat, namun bagaimana ini diaplikasikan dalam kehidupan yang setiap harinya bisa saja memberikan kejutan-kejutan di luar dugaan.

Well, isu mental health memang sudah ada dari tahun-tahun ke belakang, hanya saja mulai ramai dikampanyekan sejak pandemic hadir di Indonesia. Perubahan-perubahan kebiasaan pada setiap orang menjadi tantangan tersendiri, yang akhirnya gaung kampanye self love ini serupa konsep evangelist marketing yang mudah sekali tersebar, terlebih di media sosial. Orang beramai-ramai saling mengingatkan betapa pentingnya self love dilakukan, agar setiap insan tidak terperdaya dan memperdaya dirinya terus menerus akibat kondisi yang tak sesuai dengan harapannya.

Sebenarnya, kalau mengacu pada artinya, self love adalah tentang mencintai diri sendiri. Dua kata sederhana, tapi jika dilakukan dengan baik dan benar dampaknya tentu akan baik bagi yang melakukannya. Tapi pada kenyataannya, bahkan saya pribadi pun masih berupaya terus untuk bisa melakukan self love ini dengan baik dan benar. Kenapa perlu baik dan benar? Karena ini akan mengantarkan kita pada pribadi seutuhnya. Pribadi yang tau betul apa yang terbaik bagi dirinya dengan tetap memelihara konsep cinta dirinya dan Sang pencipta.

Kalau kata Pak Quraish Shihab, banyak dari kita yang masih tidak tepat memaknai cinta, termasuk pun mencintai diri sendiri. Sebabnya apa? Karena banyak yang tidak mengenali dirinya sendiri, sehingga terus memperdaya dirinya. Sebagai manusia, kita dibekali akal, jasmani dan rohani. Ketiga hal tersebut sebaiknya seimbang dan menyatu, tidak mengabaikan satu dengan yang lainnya. Kita punya hak dalam mengontrol akal pikiran, punya hak untuk menjaga jasmani kita, dan tentunya, rohani ini adalah kaitan setiap insan dan Tuhannya, saat berdialog denganNYA. Hal ini yang disebut dengan intropeksi atau refleksi diri agar bisa mengenal diri seutuhnya. Sehingga ketika kita mampu mengenal diri sendiri, konsep self love akan berjalan dengan baik dan benar.

Apa yang bisa dilakukan untuk Self Love?

  1. Balik kepada konsep mengenal diri sendiri. Memahami apa yang sedang dirasakan, dipikirkan, menerima emosi yang hadir, dan bagaimana kita mampu meresponsnya. Ini juga terkait dengan self esteem dalam diri kita sendiri (menerima, mensyukuri, dan menghargai). Nah, di titik inilah kita juga bisa belajar kembali mengenal diri seutuhnya. Bisa? Berproses, yuk.
  2. Poin kedua ini memang titik lemah saya, di mana ada pikiran-pikiran atau perasaan bahwa saya ini nggak berharga. Padahal, dengan utuhnya tubuh ini, dengan segala kemampuan yang Rabb titipkan, bahkan dengan peran menjadi Ibu Tunggal hingga saat ini, sudah selayaknya saya mengakui bahwa Rabb-ku telah menciptakan saya sedemikian sempurna. Saya saja yang membuatnya rumit. Jadi, untuk terus bisa mencintai diri sendiri, maka saya perlu memberi kuasa (Power Zone) atas pikiran, perasaan, dan tindakan ini agar lebih tenang dan menyenangkan.
  3. Jujurly, sebagai Ibu Tunggal, saya juga kerap merasa tidak percaya diri dengan kondisi ini. Stigma, omongan atau kekhawatiran masa depan kadang muncul menghantui pikiran. Sehingga terjadi penurunan Self Confidence yang menyebabkan saya bersedih, galau, dan resah. Padahal kalau kata Guru saya, Om Prasetya M Brata, “manusia adalah meaning maker.” Maksudnya, kita seringkali terjebak oleh pikiran sendiri, sehingga makna yang tercipta adalah ketakutan-ketakutan. Maka, perlu bagi diri sendiri untuk menciptakan Frame of Mind secara positif, dan benar. Tulus, berserah dan juga berusaha.
  4. Yuk, mulai peduli dengan apa yang bisa membuat diri kita bahagia. Sebagai contoh, saya memiliki genetik Feeling Introvert, yang artinya secara konsep STIFIn, kemistri diri saya adalah cinta dan kenyamanan. Maka, perlu bagi saya pribadi untuk berada dalam situasi yang membuat saya nyaman. Misalnya, dalam pekerjaan, berkomunitas, pertemanan, dan berada dalam lingkungan yang selalu bisa memberikan dukungan. Dan karena kemistri dominannya adalah cinta, perlu juga bagi saya untuk merasa dicintai oleh seseorang. Cieee…. But, actualy I’m not justifying that lho ya. Karena dicintai tak melulu oleh pasangan saja, bisa oleh anak, orangtua, sahabat atau teman-teman dekat. Jadi, mulailah mencari cara apa saja yang bisa membuat diri lebih bahagia. Traveling, shoping, singing, open networking, writing atau apapun asal sesuai dengan kemampuan diri.

“Teorinya gampang…!” Ya, memang. Karenanya, seperti tulisan sebelumnya di blog ini, saya menuliskan hal seperti ini juga sebagai self healing agar saya bisa self love. Dan sebagai pengingat, “oh iya… saya juga masih berproses ternyata.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuliah Lagi - Tantangan Seru, Di Tengah Hidup Yang Mulai Santuy

Bukan hidup kalau nggak memberikan kejutan-kejutan, ya.  Tapi ya, karena kita hidup, sejatinya kita tetap memiliki harapan.  Siapa sangka, di tengah perjalanan hidup yang sudah mulai santuy, aku malah memutuskan untuk kuliah lagi. Sebuah keputusan yang awalnya datang tiba-tiba, tapi setelah dipikir-pikir, ternyata punya makna besar dalam perjalanan hidupku.   Keputusan ini muncul saat aku merasa ada ruang kosong yang perlu diisi. "Kosong?" Bukannya Mira sibuk terus, ya. Kadangkala, sibuk itu nggak melulu memenuhi ruang yang ada dalam diri. Bisa jadi, beberapa hal sudah tak sejalan, namun tetap perlu dilakukan. Tapi jujur, meski sudah cukup nyaman dengan ritme slow living , ada dorongan dari dalam hati untuk kembali belajar. Karena buatku, sepanjang aku hidup, ya selama itu pula adalah proses belajar. Rumus mengosongkan gelas itu, boleh jadi selamanya akan aku pegang. Usia 40 plus-plus, tau-tau kuliah lagi. "Nyari apa sih, Mir?" :)) Jadi, awalnya begini, Di suatu sor...

Perempuan Mandiri Itu Menyenangkan, Tapi Kadang Juga Capek

Ada satu masa di beberapa tahun ke belakang, saya merasa bahwa saya ini adalah Super Mom dan Super Woman. Gimana enggak, saya perlu melakukan segalanya sendirian. Mulai dari urusan domestik rumah, anak-anak, keuangan, dan lingkungan sekitar. Rasanya menyenangkan. Karena saya bisa jadi Bos untuk diri saya sendiri. Saya juga bebas melakukan hal-hal yang saya sukai, mewujudkan mimpi-mimpi tanpa kompromi, termasuk pergi ke mana saja tanpa ada yang melarang. Boleh jadi, kehidupan saya yang seperti itu adalah kehidupan yang diimpikan bagi para Independent Woman. Dan iya, saya menikmati semua itu. Namun di sisi lain, nggak bisa dipungkiri ada rasa lelah yang diam-diam menghampiri. Menjadi perempuan mandiri itu juga pilihan. Pun dengan kondisi saat ini ketika saya telah memiliki pasangan kembali. Terbiasa mandiri membuat saya menemukan arah langkah kaki ini ke mana dan kendali penuh atas segala hal. Hanya saja, saat ini saya perlu berkompromi dengan pasangan atas apa yang ingin saya lakukan. B...

Hati Seperti Kertas

Pernahkah kamu mendengar ungkapan bahwa "hati perempuan bagaikan kertas?" Lembaran putih yang mudah dilipat, digambar, dan diwarnai dengan tinta kata dan rasa. Ungkapan ini mungkin terdengar sederhana, namun menyimpan makna mendalam tentang kompleksitas dan keindahan hati wanita. Kertas, dalam kesederhanaannya, memiliki kekuatan untuk menyimpan cerita. Setiap goresan pena, setiap guratan tinta, meninggalkan jejak yang tak terhapuskan. Begitu pula hati perempuan, yang mampu menyimpan kenangan, cinta, dan luka dengan begitu detail dan penuh makna. Seperti kertas yang mudah dilipat, hati perempuan pun mudah tergerak oleh emosi. Sukacita dan kesedihan, cinta dan benci, semua dapat mewarnai hatinya dengan begitu cepat dan intens. Kepekaan ini yang membuat perempuan begitu istimewa, mampu merasakan dan memahami dunia dengan lebih mendalam. Namun, sama seperti kertas yang mudah robek, hati perempuan pun memiliki sisi rapuhnya. Luka hati, pengkhianatan, dan kekecewaan dapat meninggal...